top of page

Yoki Firmansyah - Sharing Session Entrepreneur bersama Owner Kaos Nyenyes

  • Writer: Alif
    Alif
  • Dec 21, 2017
  • 3 min read


Nama : Yoki Firmansyah


Lahir : 9 Oktober 1983


Profesi : Owner Kaos Nyenyes Palembang




Bagaimana awalnya bisa terjun ke dunia enterpreneur?


Saya dari kecil sudah tertarik dengan dunia enterprenuership, tapi dulu masih dagang. Jadi kita liat peluang, jika ada kita bisa jual. Seperti waktu SMP, saya pernah jual stiker, alat tulis atau apapun itu.




Apa motivasi anda untuk menjadi seorang enterpreneur?


Sebenarnya, dahulu waktu kecil kalau minta uang sama orang tua itu sering dibilang tidak ada uang, kita bukan anak orang kaya atau yang lainnya. Jadi saya sempat berpikir apakah ayah kita harus seorang jendral untuk punya uang banyak. Namun, pada satu titik pengalaman saya juga berpikir bahwa menjadi seorang pengusaha itu adalah lebih baik. Jadi, saya menyimpulkan jika ingin banyak uang haruslah jadi pengusaha.


Bagaimana sejarah usaha clothing kaos nyenyes anda?


Awalnya kita mulai dari tahun 2007, tapi saat itu masih menggunakan brand biasa, belum kaos nyenyes. Kita jual dengan cara menitip ke toko – toko dan ternyata ada respon dari market bahwa ada yang ingin kualitasnya lebih bagus dan desainnya lebih keren. Makanya kita buat kaos nyenyes Palembang. Risetnya kurang lebih dua tahun saat itu.


Kenapa memilih usaha clothing dengan tema kaos oleh – oleh?


Karena marketnya ada, simple. Dan saya juga lama di luar Palembang. Jadi ketika pulang itu saya berpikir apa yang bisa saya sumbangkan bagi daerah saya. Kalau biasanya Palembang terkenal dengan oleh – pempeknya, saya juga ingin Palembang terkenal dengan kaos dan handicraft lainnya.


Apa kesulitan dalam berbisnis clothing?


Setiap bisnis tentu pasti ada masalahnya, tapi bagi saya justru disitulah hidup. Jika tidak ada kesulitan tentu kita tidak akan merasakan bagaimana rasanya membangun suatu perusahaan. Tapi, bagi saya bisnis adalah intelektual sport, jadi harus dipikirkan dan bertanya kepada yang ahli. Kalau kita stuck akan satu hal ya kita harus bertanya.


Bagaimana perkembangan bisnis kaos oleh – oleh di Palembang?


Hal ini bisa kita lihat dari perkembangan kota Palembang. Ada usaha – usaha yang layu sebelum berkembang, namun juga ada yang bisa bertahan. Saya selalu katakana kepada teman – teman, kita adalah pemantik industry kreatif di kota ini, jadi kalau ada orang bikin maka makin bagus, marketnya juga makin melebar dan luas. Selanjutnya kita tinggal bersaing masalah kualitas, konsep dan juga desain.


Bagaimana segmentasi pelanggan kaos nyenyes?


Segmentasi kita itu orang luar daerah dan juga orang lokal, kurang lebih persentasenya yaitu 50 : 50. Jadi, orang lokal ada yang beli dengan desain konten lokal yang lebih tinggi, sementara orang luar lebih kepada landmark kota.


Bagaimana budaya kerja di kaos nyenyes?


Saya lebih menekankan kepada teman – teman untuk learning by doing. Karena menurut saya teori itu hanya text book. Pengalaman yang sebenarnya itu di lapangan. Jadi, mereka harus bisa belajar cepat dan bertindak cepat.


Dan juga saya sangat mengharapkan ketika mereka keluar dari kaos nyenyes pun nantinya akan membuka usaha sendiri. Jadi, misi saya di tahun 2018 itu untuk menciptakan istilah “intraprenuer”, yaitu enterprenuer baru dalam perusahaan.


Bagaimana strategi kaos nyenyes untuk bersaing dengan kompetitor?


Kalau kompetitor sebenarnya kita anggap seperti kawan di ujung sana, jadi dia mengingatkan kita kurangnya apa dan apa yang harus diperbaiki. Kita tidak alergi dengan kompetitor karena semua industry pasti punya kompetitor. Tapi yang terpenting yaitu bagaimana kita bisa saling bersinergi dan bersaing dengan sehat. Jadi, konsumen mendapatkan yang terbaik dari kompetisi tersebut.


Apa saran bagi orang yang ingin terjun di dunia bisnis?


Enterprenuer itu menurut saya sebenarnya adalah jiwa . Saya ingat waktu saya di Gorontalo. Waktu itu gubernurnya bertanya apa yang menjadi budaya disana, dan ternyata makan jagung atau yang disebut dengan binte. Jadi, mulai saat itu difokuskan terhadap budaya tersebut hingga akhirnya Gorontalo berhasil memproduksi jagung yang diterima oleh market internasional. Jadi, sebenarnya dunia enterprenuership itu bisa dimulai dari pemerintah yang kemudian masuk ke sekolah – sekolah hingga akhirnya menjadi jiwa yang tertanam.


Namun, seringkali bisnis bermasalah dengan persoalan modal dan ide, padahal itu merupakan sebagian kecil dari yang kita butuhkan. Menurut saya, enterprenuership adalah kompetensi atau keahlian, kita harus terus belajar dengan cepat mengenai marketing, keuangan, membangun tim, visi dan misi.


Jadi, saran saya kepada anak – anak muda, minimal harus bisa mengatur uang, dengan berapapun besarnya dan dikeluarkan untuk kemana saja. Terus tekad yang kuat dan kalau bingung nantinya maka harus masuk komunitas karena bisa memperbanyak jaringan. Dan jangan lupakan spiritual.


Comments


  • Black Facebook Icon
  • Black Instagram Icon
bottom of page